Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) karena tidak sesuai dengan amanat undang-undang menimbulkan perdebatan luas dikalangan masyarakat. Hal ini bisa saja terjadi karena alasan penghapusan tersebut tidak jelas atau hanya dengan intepretasi hukum yang multitafsir. MK sebagai wasit sistem hukum dan aturan di Indonesia harus bijak dalam masalah yang positif bagi bangsa. Tampaknya MK dalam menentukan vonis besar itu terjebak isu primordial seperti diskriminasi, liberalisme dan kapitalisme. Apalagi alasan lain MK yang tidak masuk akal karena pemakaian bahasa pengantar bahasa Inggris di sekolah itu. Sebaiknya ide progresif dan cerdas dari sekolah elit itu jangan dikorbankan karena hanya terjebak isu primordial seperti liberalisasi, kastanisasi atau apapun sebutan primordial lainnya. Kalaupun ada permasalahan dan kendala, yang dimatikan bukan ide progresif positif sekolah elit itu tetapi permasalahannya diperbaiki.
MK setelah menimbang bahwa keberadaan RSBI tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan tentang penghapusan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) berdasarkan materi gugatan terhadap Pasal 50 Ayat 3 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikabulkan MK. Dengan dikabulkannya gugatan ini, tak ada lagi pasal yang menjadi payung hukum keberadaan RSBI-SBI ataupun sekolah berkurikulum internasional.